Minggu, 10 Juni 2012

KONTRIBUSI GEOGRAFI DALAM PEREKONOMIAN BERBASIS PERTANIAN


Pertanian itu sendiri bagi bangsa Indonesia memiliki peranan yang sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat pada khususnya.Karena kita lihat saja Indonesia merupakan negara agraris dimana sector yang paling mendukung untuk dikembangkan adalah sektor pertaniannya.Apalagi negara Indonesia masih masuk dalam jajaran negara berkembang yang mana kebanyakan negara berkembang,sektor yang paling diminati untuk dijadikan mata pencaharian adalah sektor pertanian.
Tetapi kenyataannya berbanding terbalik dengan harapan yang sudah diimpi-impikan selama ini,karena dari pertanian hanya memberikan distribusi sekitar 14% saja untuk sektor perekonomian di Indonesia.Hal ini sangat disesalkan sekali karena dapat kita lihat Indonesia merupakan negara agraris yang mana negara agraris adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian.Lalu mengapa sektor pertanian di Indonesia hanya memberikan kontribusi sebesar 14% saja untuk perekonomian Indonesia?
Hal ini yang masih menjadikan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk lebih melihat,dan mencari solusi yang tepat agar sektor pertanian kita menjadi lebih maju lagi dan dapat memiliki andil yang besar dalam sector perekonomian Indonesia.Pertanian adalah salah satu sektor dimana didalamnya terdapat penggunaan sumberdaya hayati untuk memproduksi suatu bahan pangan,bahan baku industri dan sumber energi. Bagian terbesar penduduk dunia adalah bermata pencaharian dalam bidang – bidang pertanian dan pertanian juga mencakup berbagai bidang,tetapi pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia.
Amerika Serikat pada awal 1900-an 40 persen masyarakatnya bekerja di sektor pertanian, namun pada 1940-an jumlahnya menurun hingga 2,5 persen dan saat ini tinggal dua persen.Begitupula di Perancis lanjut Pengamat Pasar Modal tersebut, angkatan kerja di sektor pertanian hanya dua persen. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya.Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu:
a.Kontribusi Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan baku untuk industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan dan minuman.
b. Kontribusi Pasar, Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi.
c.Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain.
d.Kontribusi Devisa, Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Indonesia secara ekonomi masih sangat relevan jika bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan kini banyak dilirik perusahaan-perusahaan karena menjanjikan. Perusahaan-perusahan besar dan telah sukses dengan berbasis pertanian bermunculan di dunia, misalnya Pioneer Hybrid, Monsanto, Unilever, Pizza Hut, dan sebagainya.Apabila kita bisa meningkatkan produktivitas pertanian, maka tidak perlu impor karena di dalam negeri sudah terpenuhi. Peningkatan peran kelembagaan juga sangat diperlukan untuk mencapai kejayaan agribisnis. Pada tahun 2005, pertanian menyumbangkan produk domestik bruto (PDB) sekitar 13,41%. Sedangkan total tenaga kerja yang diserap melalui pertanian sekitar 46,7 juta jiwa.
Produk perkebunan seperti gula dan minyak goreng  mempunyai peran penting dalam memelihara ketahanan pangan, karena ketahanan pangan merupakan syarat penting bagi ketahanan nasional. Penyediaan lapangan kerja pada sektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan. Sektor perkebunan mempunyai wilayah strategis dalam pengembangan wilayah di pedesaan, marginal, dan terpencil. Hingga tahun 2003, tenaga kerja yang terserap mencapai sekitar 17 juta jiwa.
Selama periode 2000-2003, laju pertumbuhan sektor perkebunan selalu diatas laju pertumbuhan ekonomi secara nasional. Misalnya pada tahun 2001, laju pertumbuhan ekonomi secara nasional sekitar 3,4% dan sektor perkebunan tumbuh dengan laju sekitar 5,6%. Dapat diketahui bahwa perkebunan dapat menjadi andalan dalam perekonomian bangsa kita. Selain itu, sektor ini mempunyai nilai penting dalam penciptaan nilai tambah pada PDB. PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan laju sekitar 11,7% per tahun. Dari ekspornya, sektor perkebunan turut menyumbang devisa. Lebih dari 50% dari total produksi adalah untuk ekspor.
Dengan faktor ekonomi diatas pembangunan bisa berfokus pada pertanian dan perkebunan dengan memanfaatkan serta mengelola sumber daya alam di Indonesia. Keberpihakan pemerintah sangat diperlukan dalam mendukung sektor ini. Penyediaan insentif dari pemerintah bagi dunia usaha dibutuhkan untuk menghidupkan produsen dan pasar domestik.
Sedangkan kontribusi geografi itu sendiri dalam perekonomian berbasis pertanian sebagai penghasil komoditas pertanian akan mengalami pergeseran dari pulau Jawa dan Sumatra ke daerah lain seperti kebutuhan pangan yang membutuhkan peningkatan luas lahan pertanian (sekitar 200 ribu hektar/tahun) akan mengarah ke daerah lahan kering, lahan rawa, Papua dan daerah-daerah baru.
Pergeseran wilayah pertanian ke daerah-daerah baru, akan menimbulkan masalah yang pekik antara lain : pertama, siapa yang mau mengelola jika pertanian ditempatkan pada kawasan-kawasan marjinal. Kedua, kekhawatiran akan kesulitan memperoleh peralatan pertanian dan terutama pupuk yang mayoritas produsennya berada di Pulau Jawa dan Sumatra. Ketiga, Permasalahan biaya transportasi, harga produk pertanian akan melambung tinggi mengingat keberadaan konsumen mayoritas (60%) berdomisili di Pulau Jawa.
Jika dilihat secara geologis, Pulau Sumatra, Jawa dan Bali adalah Pulau yang ideal untuk pengembangan pertanian. Tanah yang terpengaruh langsung vulkanisme akan mempengaruhi kesuburan tanah. Idealnya, pertanian akan baik jika dilokasikan di kawasan yang berbatuan dasar aluvial, datar dan cukup air. Penempatan di luar Pulau Sumatra, Jawa dan Bali dimungkinkan akan membentuk sektor pertanian yang lemah dan menghasilkan produk pertanian yang buruk. Selain itu, daerah rawa dan lahan kering adalah wilayah-wilayah yang sumber daya lahannya lemah terhadap pengembangan pertanian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar